Kamis, 17 Juli 2014

Catatan Galau Mahasiswa Labil : Pindah Nggak Ya ?

17 Juli 2014 ( satu hari pasca pengumuman SBMPTN)
H+1 setelah pengumuman SBMPTN, percaya atau tidak pengumuman SBMPTN tidak hanya ditunggu oleh sebagian besar anak-anak SMA fresh graduate yang galau karena belum punya kursi perguruan tinggi negeri yang mau menerima mereka, melainkan bagi segelontor mahasiswa galau yang belum puas dengan jurusan yang selama ini mereka pilih. Mengapa segelontor? Ya, sebab mahasiswa yang termasuk golongan galau ini populasinya tidak sedikit.

Terus terang, terang terus, saya boleh dikatakan termasuk dalam golongan diatas. G-A-L-A-U ! Setan telah sukses merasuki jiwa saya saat itu, denial. Ya, denial.. predikat sebagai nursing student sekaligus sebagai medical student (karena saya tergabung dalam salah satu organisasi siswa kedokteran se-Asia) *benerin krah* Maaf, terkesan agak sedikit sombong ya, hehe. Sebab di kampus saya tercinta ini mahasiswa keperawatan dan gizi dilegalkan untuk menjadi member organisasi diatas, bisa dibilang UGM memberikan gratifikasi bagi kami, yang terpisah program studi namun masih tergabung dalam fakultas kedokteran.

Awal rasa denial ketika memasuki semester 2, ketika saya sering salah focus. Lingkungan kampus kami, saya akui sangat ramah, tidak membeda-bedakan antar prodi. Pendidikan interprofessional juga sudah ditanamkan semenjak kami masih berstatus sebagai mahasiswa baru yang lugu nan polos, maka sesame mahasiswa antar prodi, kami tidak memandang apakah dia prodi superior, atau prodi junior, semuanya kami anggap sama dan poin terpenting kami memiliki satu tujuan yang sama yakni ingin menyehatkan bangsa Indonesia, keren kan !

Nyatanya, lingkungan yang nyaman serta teman-teman yang pengertian tidak mampu menghapus rasa denial yang tumbuh cepat. Jujur saja, ketika melihat kakak tingkat koas, residen, atau dokter dari rumah sakit sebelah, rasanya… rasanya saya juga ingin bisa mengenakan jas putih, dalam arti bukan meminjam tetangga tapi benar-benar tertulis nama saya di jas putih itu. Inilah, kekuatan visual yang luar biasa, yang bisa mempengaruhi kerja otak saya.

Singkat cerita, diam-diam saya mendaftarkan diri mengikuti SBMPTN 2014. Tak disangka ternyata teman-teman terdekat saya juga mendaftarkan diri sebagai peserta SBMPTN, pilihan saat itu saya jatuhkan ke prodi Pendidikan Dokter Gigi, FKG atau fakultas tetangga. Dokter gigi bukan cita-cita saya sebetulnya, saya hanya mengejar jas putihnya (padahal beli di pasar terus ditempel nama saya beres ya?) Tapi, ini adalah cita-cita ayah saya. Ya, cita-cita beliau yang terus diungkapkan secara tersurat ketika bertemu dengan saya, saat dikosan atau di rumah. Berbeda dengan ayah, ibu terkesan apa adanya, beliau mencoba meluruskan jalan saya untuk tetap stay di prodi keperawatan, fakultas kedokteran, UGM.

Tanpa restu sepenuhnya dari orang tua, saya nekat mengikuti ujian tulis SBMPTN yang berlokasi di laboratorium Anatomi, di kampus saya sendiri FK UGM. Pertanyaan demi pertanyaan saya jawab apa adanya, tanpa berpikir muluk-muluk sebab saya masih memiliki kesempatan untuk mengikuti Ujian Mandiri UGM, pikir saya saat itu.

Ketika hendak membayar biaya registrasi UM UGM sebesar 300 ribu, ternyata saya dimintai tolong untuk menalangi kekurangan dana salah satu acara adik kelas, karena memang saya didapuk sebagai bendahara, sekaligus merasa bertanggung jawab untuk urusan uang, akhirnya niat mendaftarkan diri mengikuti UM UGM secara yakin saya urungkan. Satu kesempatan untuk bisa mengenakan jas putih resmi hilang.

Saya tidak putus asa, berbagai perguruan tinggi negeri saya coba telusuri. Pilihan jatuh kepada fakultas kedokteran Universitas Jember yang masih membuka UM UNEJ, harapan cerah muncul kembali. Tekad saya bulat, bahkan bersama dengan adik kelas sekaligus teman satu angkatan kami sudah mencari tiket kereta api dan penginapan di Kota Jember. H- satu minggu, kabar mengejutkan, ternyata FK UNEJ tidak menerima mahasiswa melalui jalur Ujian Mandiri, alamak.. tidak bisa berkata apa-apa (dalam hati saya berkata “mengaapaa, mengaapaa Tuhan!” sambil meraung-raung). Dua kesempatan menguap!

Dengan hati yang woles dan agak tidak percaya diri, hari H pengumuman SBMPTN. Hasilnya….  Alhamdulillah tertulis Maaf, anda dinyatakan tidak lolos seleksi SBMPTN. Pyaarr… patah hati semakin menjadi. Kesempatan ketiga, gagal !

Sampai saat ini, dengan kondisi kompos mentis (sadar seutuhnya, Alhamdulillah) dan dengan gigi baru yang baru saja ditambal. Penulis mencoba untuk ber-qonaah, bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah setahun yang lalu, yakni lolos SNMPTN di PTN yang katanya terbilang cukup bonafid, yang bisa membukakan link internasional untuk mahasiswanya, saya mungkin tidak diizinkan untuk menjadi dokter, namun mungkin diizinkan untuk bersekolah S2 di Dundee University, menjadi nurse di Swedia, atau dinobatkan menjadi professor keperawatan nomor empat di Indonesia (sebab sampai tahun 2014 ini, baru 3 orang yang berpredikat sebagai professor di dunia keperawatan, dan UGM belum punya, baru Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga yang punya).

Oke, cukup.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar